Friday 18 November 2011

catatan Djazlam Zainal

HITAM PUTIH MENJADI ZARAH DARI SUDUT KRITIKAN PSIKOANALITIK KLASIK

oleh Djazlam Zainal pada pada 16hb November 2011 pukul 8.31 ptg

Apabila membaca jodolnya Hitam Putih Menjadi Zarah ( I - Man Creative, Malaka, 2011, 84 halaman  ) saya melihatnya ada sesuatu di sebalik jodol itu. Hitam putih sendiri mempelawa fenomina mimpi yang juga berkait dalam tradisi Islam dan sufi. Kalau kita menjurus kepada mimpi, dalam Islam mengakui nilai baik buruknya. Mimpi yang dikaitkan dengan gangguan setan dan mimpi baik dari rahmat Ilahi.  Dilihat dari sudut analisa Freud ( Sigmund Freud ) mimpi merupakan kegiatan subsense seksualitas manusia. Bagi Freud, mimpi dikaitkan dengan alam yang rendah dan busuk. Maka Freud dengan iseng merumus, mimpi hanya kegiatan subnormal ( non real ) tidak ada apa-apa hubungan mimpi dengan frekuansi alam raya. Mimpi sebagai mystical vision. Dalam Islam mungkin ketiga-tiga rumusan Freud itu sebagai mimpi buruk ( setan ) Sedang harus ada mimpi baik dari sang Khaliq. Titus Burchhadt merumuskan, since there are dreams of divine or angelic insprivation, their opposite must also exist, and those are dreams of  satanic impulsion, containing palpable caricatures of sacred form ( 1987: 57 )

Dalam Ceritera Lapangan ( hal. 1 ) Rosmiaty menulis,

seekor helang hitam
di atas kebel voltan tinggi
memandang gagah
melayah ke langit lepas

seekor tikus tanah
terperangkap di tengah panas
menggelupur menunggu harap
untuk kembali bebas
ke tanah luas

seketul roti
dicelah sampah sarap
buat sarapan pagi
seorang bidadari

Jelas ada pemikiran di sini. Seekor helang hitam. Hitam sekali lagi diangkat menjadi psikoanalitik klasik. Siapa bertubuh hitam. Di sini, dimunculkan helang. Tidak gagak. Gagak memberi konotasi sakral, songsang, kotor serta jorok.  Helang dikonotasikan gagah, tangkas, pinter dan bebas. Untuk dikawinkan dengan baris dua " di atas voltan tinggi "  hanya ketangkasan helang dan bukan kesintiran gagak. Di sini hitam telah dilabelkan sebagai elegan dan gampang untuk seekor helang.

Pada perengan dua, seekor tikus tanah menggelepar minta dibebaskan di satu kawasan tanah luas. " tikus tanah menggelepar " satu konotasi kelesuan. Tikus sering disinonimkan dengan penyeludupan, kegiatan haram, dan musuh kebaikan. Tikus tanah ini konotasinya, keterpinggiran, penyodotan dan keterpaksaan. Marhaen sering dikatakan tikus tanah.
Pemikiran paling tinggi harus dilihat pada rangkap tiga, di mana seketul roti basi yang dibuang di celah sampah menjadi santapan seorang bidadari. Roti yang kotor dan bidadari. Kontradiksi yang paling tinggi maknanya. Kenapa bidadari harus bersantap roti basi. Mata manusia tidak sama dengan mata sang pencipta. Darjat manusia juga tidak terletak pada pengiktirafan manusia. Bagi sang pencipta, siapa di antara kamu yang paling bertaqwa, dialah yang paling mulia di sisi-Nya. Kemiskinan tidak merendahkan darjat manusia di sisi Allah. Roti yang dilempar oleh seorang pembazir ( sahabatnya setan ) akan dikutip oleh manusia ( dalam tanda ketik ) bidadari.

Apakah boleh puisi di atas adalah mimpi penyairnya, Rosmiaty? Saya melihatnya seakan ruang yang begitu jauh daripada dunia ril. J. Spencer Trimingham menyatakan tentang penyair yang menulis puisinya dari hakikat mimpi. The importence of dream and vision in the whole schance of the sufi can hardly be overstressed; the literature of sufism and hagiographe in a particular are full of them and their significance in the life of individuals and society, Ibn al-Arabi al-Futuhat al-Makkiyya dirives diretly form such experience and he show how the decisive stages of life were marked by dream ( 1971: 190 )

Mimpi dan hubungan dengan pencipta puisi telah tersemat pada penyair-penyair besar Andalusia seperti Muhyiddin Ibn Arabi. Ini dibaitkan dalam al-Futuhat al-Makkiyya dan Fusus al-Hikam.

Dalam Mim Apa, Kemala? ( hal. 2 )

mim apa yang menyelimuti seluruh hayatmu, kemala
hingga pasang surut air semakin bergejolak
mengasuh setiap sudut tanah adat
dan bukit pun semakin runtuh
derainya menimbus sedikit demi sedikit
hutan-hutan belantara yang semakin
kontang, terasing dan tandus
kian tenat menterjemah makna nazak

segala milik alam cakrawala
yang menjadi petunjuk kalam azimatmu
tetes tinta dari pena keramatmu, kemala

dan akhirnya perjalananmu bakal tiba
ke titik persada yang engkau tetapkan
setelah menerjah beribu-ribu sayap margasatwa
merempuh berjuta-juta jiwa lara
dengan kembang kasih sayangmu

kilat mata pedangmu
terlalu menyilau hayatku
hingga tak tercapai akal fikirku
menanggapi puisi-puisi sufimu
kerana mim-mu keramat lelahku
telah mengatasi segala akal budiku

Mim merupakan kumpulan puisi terbesar dihasilkan oleh Kemala. Mim telah dibahas dan dikaji oleh pelbagai rupa sarjana dari latar agama yang berbeda. Mim juga yang disorot oleh Rosmiaty. Ini menunjukkan ada kaitan mimpi antara Kemala dengan Rosmiaty. Mimpi di sini barangkali bermaksud tautan insprensif yang sama. Sama-sama meninjau alam malakut dengan pandangan mata hati ( aiynal basirah ) sehingga ia dapat diartikan sebagai, intuition; literally " the raining of curtain or veil  "   karya-karya tasauf sedemikian telah sampai ke peringkat kesenian mukaddas ( sacret art ) kerana menurut Osman Bakar, " untuk menyampaikan risalah atau kebenaran kerohanian ini dan juga mempertemukan manusia dengan kehadiran alam samawi. Tujuan estatika tidak terbatas dalam fikiran penciptanya. Namun demikian karya seni mukaddas ( suci ) tetap kelihatan indah kerana kebesaran rohaniah pasti memancarkan cahaya keindahannya "  ( 1990: 13 )

Dalam halaman 19, ada sajak panjang ' Seketul Batu '  Batu pernah diperlihatkan oleh Muhammad Haji Salleh punya susunan keluarga. Batu-batu besar akan mengecil, mengkerikil dan menjadi pasir. Batu juga mempunyai susunan kasta, yang besar di atas, menengah dan kembali membawah. Rosmiaty dalam Seketul Batu menulis,

tapak kaki sebesar dua jari
kiata bunda, di situ ada selumbar yang menyayat
tangis yang tak henti-henti, rajuk berhari-hari
makan, minum
abang, adik dan kakak - itu lawan
teman-teman - itu kawan
lubuk dan paya, hutan dan belukar
itu taman permainan
biawak dan ular, kenari dan kedidi
sesibur sekali hinggap di sisi
itu perhiasan
berkaki ayam tak terasa ada bisa
setiap hari mesti ada rezeki
kangkung liar, kelayur itik
pucuk lamidin, paku tanjung
dan sesekali dapat cendawan kukur
nikmatnya dikenang berhari-hari
tapi setiap rezeki ke perut
mesti ada sangsi dan tujuh belahan sisi
yang sering hinggap di kaki membawa ke hati
dari gencar di mata membawa kenang ke mati
kata bunda, kedegilan kamu
dibentuk, diasuh tetap macam batu
dan batu itulah
yang menyongsang angin mengejar ilmu
yang menjadi pemburu rahsia alam
yang menjadi penakut kepada siang
tetapi berani kepada malam
yang sesekali nak jadi bidadari
meniti di lengkung pelangi
nak paut taman firdausi
tapi jatuh ke telaga puisi

kata bunda lagi
sekeras mana pun seketul batu
setitis demi setitis air yang menimpa
bisa melemahkan
bisa lerai hingga berderai

Ini bukan requim, tapi ini satu bentuk kerohanian. Untuk menulis sesuatu bentuk yang suci ( mukaddas ) al-Ghazali merumuskan kreteria ini.
1. Hendaklah dia memperbaguskan hati ( ikhlas )
2. Menyusun kata-kata yang baik.
3. Membersihkan diri daripada perkara yang haram.
4. Mengelokkan teknik penulisan.

Menurut al-Ghazali, kreteria di atas mementingkan dimensi kerohanian dalam pembinaan pribadi penulis dalam artikata penulis kreatif Islam tidak boleh mengekplotasi teknik penulisan semahu-mahunya atau sebebas-bebasnya. Malah mengelokkan teknik penulisan dalam konsepsi al-Ghazali dapat ditakrifkan sebagai menghaluskan jalan pemikiran penulis untuk membolehkan dia mengungkapkan dan mengimbangi bahasa dengan isi untuk memperoleh nilai estatika yang tinggi. Farid al-Din Attar, Hamzah Fansuri, telah menggunakan ' burung ' sebagai lambang perjalanan rohani. Muhammad Haji Salleh dan Rosmiaty Shaari menggunakan ' batu ' sebagai lambang kekerdilan dan kedaifan serta peraturan-peraturan duniawi.

Sesungguhnya, menikmati  puisi hitam putih menjadi zarah memberi kita satu tafsiran mimpi yang benar. Puisi bukan sahaja dinikmati dengan keindahan bahasanya tetapi makna yang tersirat di sebalik bait-bait kata. Psikoanalitik Klasik sesuai kerana menyua dua belahan makna yaitu hitam dan putih, benar dan salah dalam konklusi mimpi dan sadar. Tetaplah puisi adalah hitam putih kehidupan.


Daftar Pustaka

Osman Bakar, Kesenian Dari Sudut Filsafat, Kuala Lumpur, 1990
Jaafar Abdul Rahim, Kritikan Psikoanalitik Klasik, Dewan Sastra, 1992
Ismail Hamid, Kesusastraan Islam, Kuala Lumpur, 1990
Kemala, Mim, Kuala Lumpur, 1990
J. Spencer Trimingham, The Sufi Orders in Islam, Oxford, 1971
Titus Burchhardt, Introduction to Sufi Doctrine, 1973


 
Hitam Putih Menjadi Zarah sebuah karya mystical art

No comments:

Post a Comment