Thursday, 20 September 2012

Lalang-lalang itu sentiasa mencari ruang, berebut-rebut untuk muncul di atas tanah suburmu yang sering terbakar. Setiap kali kusemaikan benih yang benar, setiap kalilah lalang-lalang itu menyulur subur, lalu benih yang kusemai tertutup layu dan akhirnya dimamah bumi satu per satu. Matahari memerhati, khalifah menabur baja menyiram bumi, lalang-lalang berlenggok lembut, mengguris kaki, menghiris nurani. Semaianku mati lagi. Duhai kalifah yang memeluk diri, titisan hujan semakin sunyi. Terang tidak menyinar lagi. Gerak angin semakin pergi meninggalkanmu tanpa gizi. Hijau telah mengaburi mata, antara sulur yang terbiar dan lalang yang meliar. Esok, bila kau terjaga dari mimpi, lalang-lalangmu sudah mulai meninggi diri, sudah mulai meratah nurani.

Aku ketitir - tetap di sini menabur benih, tetap menanti yang manis.

21092012

No comments:

Post a Comment