Tuesday, 12 November 2013

KEMBALI KEPADA FITRAH ITU KEMATIAN?




KEMBALI KEPADA FITRAH ITU KEMATIAN?

DJAZLAM ZAINAL

Kembali Kepada Fitrah merupakan kumpulan puisi ke dua Rosmiaty Shaari. Dalam kata pengantarnya, Dr. Free Hearty ( Jakarta ) menulis, membaca puisi-puisi Rosmiaty, saya seperti bertemasya. Temasya spritual yang penuh estatika dan etika serta menyentuh hingga ke lubuk jiwa. Saya terpesona dengan majas yang digunakannya. Pemujaan penyair terhadap Allah SWT terasa kental dalam karyanya. Penyair tampak berserah diri dengan penuh sungguh kepada Sang Pencipta.

Sementara Lebai Kampung al-Jihiny mengatakan karya-karya penulis ini, ternyata di dalamnya terdapat selitan iman, Islam dan ihsan, yang menjadi tunjangan buat umat bagi menuju kesempurnaan keimanan.

Dari dua pengkaji ini kelihatan bahwa kumpulan puisi Rosmiaty Shaari, Kembali Kepada Fitrah, adalah saraf dengan makna dan perlambangan, keimanan yang semuanya menjurus kepada kematian. Ini yang menjadi semakin menarik untuk dikupas dan dihayati puisi-puisi Rosmiaty kali ini. Saya memetik satu sorotan yang mengatakan, dalam sebuah hadis ada disebutkan, innallaha jamilun yuhibbul jamal yang bermaksud, sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan Dia menyukai keindahan. Puisi adalah sebagian kata yang indah dan punya filsafat yang tinggi untuk dihayati. Memang tidak mudah memahami puisi, apatah lagi puisi yang mengandungi citra yang dimunculkan secara bayangan atau ilusi yang dapat dilihat dalam keseluruhan puisi.

Saya petik sebuah puisinya berjudul, ' Mim '.

mim mustika pada nama
berlari di tapak kecil
di sayap jibril
terbang ke langit akhir
serupa ababil
menggugurkan beribu benih fikir
menumbuhkan ribuan mutiara zikir

Ada beberapa yang menarik dalam Mim ini. Pertama mengingatkan sajak Kemala yang menggunakan Mim sebagai judul puisi dan judul kumpulan puisinya. Kedua, Mim Mustika yang sering diungkapkan oleh penyair Ladin Nuawi terhadap buah hatinya dan ' sayap jibril ' langgam yang pernah digunakan oleh SM Zakir dalam sebuah kumpulan cerpen. Saya menyebutkan ketiga-tiganya kerana ia mengingatkan saya kepada keakrapan langgam-langgam tersebut. Dan apabila ia diungkapkan dengan baris dan frasa-frasa terbaru oleh penyairnya, ia mudah mengimbau kepada sebuah karya besar yang pernah lahir sebelumnya.

Saya sependapat dengan Dr. Free Heraty dalam memperkatakan puisi " Pisau dan Darah '

aku darah merah menyala
berasal dari sumsum nestapa
senyap aku di pembeluh rahasia

kau pisau bermata dua
menghiris dua luka
mengharap darah
mengalir tanpa merasa

dan aku tetap darah
yang mengalir dari luka yang parah
dari luka yang sangat merah

kau dan aku adalah satu
tanpa kilau matamu
tiadalah merah darahku

Dalam pemahaman saya, kata Free Hearty, bahkan kemarahan pun diungkap dengan romantisme yang manis. ' Karena tanpa matamu, tiadalah merah darahku ' Jadi tanpa yang satu maka yang satu laginya tidak mungkin berarti. Saya teringat puisi-puisi Sapardi tentang pisau ini. Pisau hanya simbolisme, yang sebenarnya katalah yang menghiris, bukan pisau. Pada kilau matanya, apakah mata pisau atau kilau kata. Dan Sapardi bertanyakan, apakah yang mengalir itu darah pisau ataukah darah kata. Puisi adalah satu kemahiran membolak-balikkan kata-kata dalam gubahan pemikiran yang berada di luar kotak kebiasaan. Puisi tidak punya logika. Puisi tidak konkrit dan akan sentiasa berputar dan beredar.

Saya jadi sok untuk memperagakan satu tulisan Abdulrahman Wahid ( Gus Dur ) berjudul Bercocok Tanam di Surga. Gus Dur mengambil petikan ayat ini, ' barang siapa menginginkan panenan ( baik ) di akhirat, akan Kutambah panenannya itu ( berlipat ganda ) ( man kana yuridu hartal akhirah nazid lahu fi harthih ) Timbul pertanyaan, apakah kita masih harus bekerja keras lagi, bercocok tanam di sawah pada hari akhirat nanti?

Al Quran menyuguhkan kita pemikiran dan bayangan-bayangan kebenaran di hadapan kita. Barangkali hal yang sama dilakukan oleh penyair-penyair kita yang mempunyai keikhlasan dan kemakrufan yang tinggi terhadap dunia azali. Ini karena ayat 224-227, surah as-syuara menyinggung mengenai keberadaan penyair dengan amarannya, ' bahwa penyair diikuti oleh orang-orang yang sesat kecuali penyair dan orang-orang beriman ' Ini bermakna, penyair adalah orang yang pintar menggunakan bahasa sama ada untuk memberi petunjuk atau menyesatkan kaum atau kabilahnya.

Lalu saya memulangkan penyair dan buku puisinya kepada pembaca yang benar-benar dahaga. Semoga ianya menjirus kedahagaan yang bergulir antara mata dan akal. Antara yang jahil dan beriman.

No comments:

Post a Comment